Sunnah baik bagi laki-laku maupun perempuan melakukan mandi Idul Fitri. Kesunnahan ini juga berlaku bagi yang tidak menghadiri shalat Idul Fitri, seperti orang sakit. Waktu mandi ini dimulai sejak tengah malam Idul Fitri sampai tenggelamnya matahari di keesokan harinya. Lebih utama dilakukan dilakukan setelah terbit fajar (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib ‘Ala Syarh al-Khathib, juz 1, hal. 252). Contoh niatnya adalah:
نَوَيْتُ غُسْلَ عِيْدِ الْفِطْرِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
“Aku niat mandi Idul fitri, sunnah karena Allah”.
3. Menghidupi Malam Ied
Dianjurkan menghidupi malam hari raya dengan shalat, membaca shalawat, membaca Al-Qur’an, dan bentuk ibadah lainnya. Anjuran ini berdasarkan hadits Nabi:
مَنْ أَحْيَا لَيْلَتَيْ الْعِيدِ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ
“Barangsiapa menghidupi dua malam hari raya, hatinya tidak mati di hari matinya beberapa hati”. (HR. al-Daruquthni).
Hadits ini tergolong lemah, namun tetap bisa dipakai sebab berkaitan dengan keutamaan amal, tidak berbicara halal-haram atau akidah.
Pendapat lain cukup dengan sesaat. Riwayat dari Ibnu Abbas, dengan cara shalat Isya berjamaah dan bertekad melaksanakan shalat Subuh berjamaah.
Pada malam hari Idul Fitri ini juga disunnahkan untuk memberbanyak do’a, sebab termasuk waktu yang mustajab (diijabah) sebagaimana terkabulnya doa di malam Jumat, dua malam awal bulan Rajab, malam Idul Adha dan malam Nishfu Sya’ban (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 281).
4. Memperbanyak bacaan takbir.
Salah satu syi’ar yang menjadi ciri khas Hari Raya Idul Fitri adalah kumandang takbirnya. Anjuran memperbanyak takbir ini berdasarkan firman Allah:
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ
“Dan sempurnakanlah bilangan Ramadhan, dan bertakbirlah kalian kepada Allah”. (QS. Al-Baqarah: 185).
Kesunnahan takbir Idul fitri dimulai sejak tenggelamnya matahari pada malam 1 Syawal sampai takbiratul Ihramnya Imam shalat Id bagi yang berjamaah, atau takbiratul Ihramnya mushalli sendiri, bagi yang shalat sendirian. Pendapat lain menyatakan waktunya habis saat masuk waktu shalat Id yang dianjurkan, yaitu ketika matahari naik kira-kira satu tombak (+ 3,36 M), baik Imam sudah melaksanakan Takbiratul Ihram atau tidak. (Syekh Sa’id Bin Muhammad Ba’ali Ba’isyun, Busyra al-Karim, hal. 426).
Salah satu contoh bacaan takbir yang utama adalah:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
(Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 3, hal. 54).
5. Makan Sebelum Berangkat Shalat Ied.
Pada pagi hari sebelum berangkat shalat Idul fitri, disunnahkan makan terlebih dahulu. Anjuran ini berbeda dengan shalat Idul Adha yang disunnahkan makan setelahnya. Hal tersebut sebagai upaya untuk menandai bahwa umat muslim telah terbebas dari puasa ramadhan. Bahkan pendapat ulama lainnya mengatakan makruh hukumnya meninggalkan anjuran makan ini. (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 1, hal. 592).
6. Berjalan Kaki Menuju Tempat Shalat.
Sunnah lainnya ialah berjalanan kaki ketika menuju tempat dilaksanakannya Shalat Ied, berdasarkan ucapan Sayyidina Ali:
مِنْ السُّنَّةِ أَنْ يَخْرُجَ إلَى الْعِيدِ مَاشِيًا
“Termasuk sunnah Nabi adalah keluar menuju tempat shalat Id dengan berjalan”. (HR. al-Tirmidzi dan beliau menyatakannya sebagai hadits Hasan).
Bagi yang tidak mampu berjalan kaki seperti orang tua, orang lumpuh dan lain sebagainya diperbolehkan untuk menaiki kendaraan. Demikian pula boleh kepulangan dari shalat Id dilakukan dengan tidak berjalan kaki. (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 282).
7. Membedakan Arah Perjalanan Pergi dan Pulang Tempat Shalat Ied.
Berdasarkan hadits riwayat al-Bukhari, rute perjalanan pulang dan pergi ke tempat shalat Ied hendaknya berbeda, dianjurkan rute keberangkatan lebih panjang dari pada jalan pulang. Di antara hikmahnya adalah agar memperbanyak pahala menuju tempat ibadah. Anjuran ini juga berlaku saat perjalanan haji, membesuk orang sakit dan ibadah lainnya, sebagaimana ditegaskan al-Imam al-Nawawi dalam kitab Riyadl al-Shalihin. (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 1, hal. 591).
8. Berhias
Idul fitri adalah waktunya berhias dan berpenampilan sebaik mungkin untuk menampakan kebahagiaan di hari yang berkah itu. Berhias bisa dilakukan dengan membersihkan badan, memotong kuku, memakai wewangian terbaik dan pakaian terbaik. Lebih utama memakai pakaian putih, kecuali bila selain putih ada yang lebih bagus, maka lebih utama mengenakan pakaian yang paling bagus, semisal baju baru.
Kesunnahan berhias ini berlaku bagi siapapun, meski bagi orang yang tidak turut hadir di pelaksnaan shalat Idul Fitri. Khusus bagi perempuan, anjuran berhias tetap harus memperhatikan batas-batas syariat, seperti tidak membuka aurat, tidak mempertontonkan penampilan yang memikat laki-laki lain yang bukan mahramnya dan lain sebagainya. (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 281).
9. Tahniah (Memberi Ucapan Selamat).
Hari raya adalah hari yang penuh dengan kegembiraan. Karena itu, dianjurkan untuk saling memberikan selamat atas kebahagiaan yang diraih saat hari raya.